Saya mempercayai hukum
Taurat sesuai dengan tujuan mengapa hal itu diberikan: tidak untuk
menyelamatkan, menyembuhkan atau menguduskan kita, tetapi untuk menunjukkan
bahwa kita membutuhkan penyelamat. Hukum Taurat Musa selama periode waktu
seribu empat ratus tahun menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada seorangpun
bisa menjadi orang benar karena perbuatannya. Itulah hukum Taurat – perbuatan
manusia untuk menyenangkan Allah yang menurut dugaan sedang tidak senang. Semua
agama didasarkan pada perbuatan manusia, dan yang menyedihkan banyak orang
telah menurunkan kekristenan menjadi sebuah agama dengan perbuatan. Kekristenan
tanpa Injil kasih karunia Allah (Kis 20:24) tidak lebih baik dari agama-agama
lainnya.
Hukum Taurat adalah
tentang apa yang dapat kita lakukan, prestasi dan usaha kita. Berhubungan
dengan apa yang ada di luar, meletakkan kemampuan kita sebagai fokusnya. Kasih
karunia Allah adalah kemurahan Allah yang tidak diusahakan, tidak pantas, tidak
layak untuk diterima. Kemurahan itu atas dasar perbuatan Yesus, karya yang
telah Dia selesaikan di atas kayu salib dan kemampuan-Nya untuk menyelamatkan,
menyembuhkan, menyucikan mereka yang “datang kepada Allah melalui Dia” (Ibrani
7:14).
Saya menyertakan sepuluh
bahan pemikiran untuk perenungan Anda mengenai persoalan yang penting ini.
Biarkan Roh Kudus menerangi apa yang telah Yesus lakukan bagi Anda.
1.
Alasan dan motif
Agama yang mengutamakan
hukum (legalistik) berdasarkan pada kemampuan kita agar bisa melakukan hal yang
baik, tetapi untuk alasan yang salah. Doa, pendalaman Alkitab, memberi dan
bersaksi, semua itu adalah hal yang baik, tetapi semua hal itu hanya akan
membawa keuntungan bagi kita bila dilakukan sebagai respon dari karya yang
telah diselesaikan Yesus di atas kayu salib.
Paulus berkata kepada kita jika kita memberikan semua uang kita kepada orang miskin, tetapi tanpa kasih, hal itu tidak ada faedahnya bagi kita (1 Korintus 13:3). Jelas sekali pemberian kita tetap akan berfaedah bagi orang miskin, tidak peduli motivasinya dari kasih ataupun bukan. Akan tetapi, Bapa Sorgawi sangat mengasihi kita dan Dia ingin kita mendapatkan keuntungan.
Paulus berkata kepada kita jika kita memberikan semua uang kita kepada orang miskin, tetapi tanpa kasih, hal itu tidak ada faedahnya bagi kita (1 Korintus 13:3). Jelas sekali pemberian kita tetap akan berfaedah bagi orang miskin, tidak peduli motivasinya dari kasih ataupun bukan. Akan tetapi, Bapa Sorgawi sangat mengasihi kita dan Dia ingin kita mendapatkan keuntungan.
Saat kita melakukan hal
baik agar mengesankan Allah atau orang lain, perbuatan baik tersebut tidak
berfaedah bagi kita. Sebaliknya, saat kita meresponi kasi Allah bagi kita
dengan mengasihi sesama, hal itu merupakan perbuatan baik yang tinggal tetap.
Orang Farisi, baik mereka yang hidup 2000 tahun lalu dan yang hidup di dunia
modern, selalu mementingkan pandangan orang lain terhadap mereka. Hal itu
selalu mengenai menjaga penampilan, khususnya agar berkesan bagi mereka yang
datang ke gereja yang sama, atau mereka yang memiliki daftar peraturan yang
sama tentang mana yang benar dan yang salah mengenai apa yang kita lakukan.
Kasih karunia adalah tentang menikmati apa yang telah dilakukan Yesus bagi kita, dan merespono kasih-Nya dengan berjalan pada “perbuatan baik” yang dipersiapkan Allah sebelumnya bagi kita (Efesus 2:10).
Kasih karunia adalah tentang menikmati apa yang telah dilakukan Yesus bagi kita, dan merespono kasih-Nya dengan berjalan pada “perbuatan baik” yang dipersiapkan Allah sebelumnya bagi kita (Efesus 2:10).
2.
Kosmetik agamawi atau kejujuran
Terkadang saat para
wanita mengenakan makeup mereka menyebutnya sebagai “memakai wajah.” Legalisme
adalah kosmetik agamawi – memakaikan wajah orang Kristen yang baik. Yesus
berkata pada perempuan Samaria “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba
sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan
kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” (Yohanes
4:23).
“ Saat kita melakukan
hal baik agar mengesankan Allah atau orang lain, perbuatan baik tersebut tidak
berfaedah bagi kita.”
Dalam “roh” mengacu pada
Perjanjian Baru, perjanjian dari Roh yang berbeda dengan perjanjian dari huruf
(2 Korintus 3). Perjanjian yang pertama memberikan hidup, sementara yang
kemudian membunuh. Dalam “kebenaran” berarti dalam kenyataan. Perjanjian Lama
adalah salah satu dari bentuk luar, Allah ada di luar, sementara Perjanjian
Baru berhubungan dengan penyembahan yang sejati, Allah ada di dalam. Kasih
karunia memampukan kita untuk menjadi yang sesungguhnya dan jujur. Bukan usaha
kita yang menjadi faktor penentu, tetapi tindakan Kristus yang tidak bercacat
yang berlaku. Allah mengasihi Anda bukan karena apa yang telah Anda lakukan
bagi Dia tetapi karena apa yang telah dilakukan Yesus di kayu salib. Tidak
perlu berpura-pura, “memakai wajah.” Jika ada kekurangan di dalam kita, biarkan
hal itu muncul ke permukaan ke tempat dimana kita dapat membiarkan kasih Allah
menolong kita.
3.
Jawaban bagi kekurangan kita
Legalisme agama dalam
segala bentuknya mempunyai ciri yang sama. Selalu ada peraturan lain untuk
diterapkan, tugas lain yang harus kita selesaikan, harus membangun karakter yang
lebih saleh, dan selalu ada permasalahan pribadi yang kita harus bertobat
atasnya – pada intinya kita tidak pernah cukup baik.
“Tidak peduli apakah
dosa-dosa kita di mata orang lain merupakan dosa besar ataupun kecil, kita
sama-sama membutuhkan Yesus.”
Sementara hal diatas
merupakan kebenaran, Injil adalah bahwa Yesus telah menuntaskan syarat yang
benar dari hukum Taurat bagi kita. Dia telah menyelesaikan segala yang
diperlukan, dan karakter saleh yang sesungguhnya dibangun oleh Kristus yang
hidup di dalam kita. Moral yang baik tidak diperoleh karena berfokus pada
moralitas tetapi pada Kristus yang tinggal di dalam kita. “Aku telah disalibkan
dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup,
melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang
di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi
aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Galatia 2:20). Seberapa besar Anda
membiarkan Yesus berada di dalam Anda?
4.
Bagaimana dengan perbuatan baik?
Inti dari agama
legalistik adalah keyakinan yang menyatakan kalau kita mencoba lebih keras
lagi, dan melakukan lebih banyak lagi, kita akan membuat Allah harus memberikan
pengampunan, kesembuhan atau kemakmuran yang lebih lagi bagi kita. Ini adalah
pengajaran penganut faham elit yang memberikan kemuliaan bagi kita, bukan pada
Kristus. Pemikiran ini sangat kontras dengan mempercayai apa yang telah Yesus
lakukan, seperti yang dinyatakan dalam sebuah lagu “Pada Kristus batu karang
yang teguh aku berdiri, semua tempat yang lain adalah pasir yang menghisap.”
Legalisme mengatakan pada Anda untuk menjadi lebih benar, lebih baik, bekerja lebih keras, meningkatkan kualitas hidup Anda, memberi lebih banyak, melayani lebih sungguh, melakukan lebih banyak. Injil menyatakan bahwa Kristus telah meletakkan hidup ciptaan baru-Nya di dalam kita. “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Ef 2:10). Pekerjaan baik bukanlah hasil dari kebulatan tekad dan maksud baik kita, tetapi hasil dari pengenalan dari mengapa kita dilahirkan kembali: kita diciptakan untuk melakukan “pekerjaan baik” di dalam Kristus Yesus.
Legalisme mengatakan pada Anda untuk menjadi lebih benar, lebih baik, bekerja lebih keras, meningkatkan kualitas hidup Anda, memberi lebih banyak, melayani lebih sungguh, melakukan lebih banyak. Injil menyatakan bahwa Kristus telah meletakkan hidup ciptaan baru-Nya di dalam kita. “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Ef 2:10). Pekerjaan baik bukanlah hasil dari kebulatan tekad dan maksud baik kita, tetapi hasil dari pengenalan dari mengapa kita dilahirkan kembali: kita diciptakan untuk melakukan “pekerjaan baik” di dalam Kristus Yesus.
5.
Kemunafikan atau ketulusan
Dalam Matius 15 kita
dapatkan kisah tentang orang-orang Farisi yang merasa lebih mulia dari
murid-murid Yesus karena mereka melibatkan dirinya dalam ritual penyucian yang
telah ditentukan dan dengan mencuci tangan mereka sebelum makan, sementara
murid-murid Yesus tidak melakukannya. Orang-orang Farisi menggunakan alasan ini
untuk menyalahkan Yesus dan murid-murid-Nya, tetapi Yesus menyingkapkan mereka
sebagai penipu rohani. Saat mereka “memilih” satu perintah dan menggunakannya
untuk menyalahkan Yesus dan murid-murid-Nya, mereka sendiri bersalah karena
melanggar perintah yang lebih berat. Anda bisa melihat legalisme akan
membiakkan kesombongan dan sikap merendahkan. Bacalah seluruh kisahnya dalam
Matius 15:1-10. Ini merupakan pertarungan yang menarik antara Yesus dan
beberapa agamawan munafik terbesar yang pernah ada.
Kasih karunia merupakan kontras dari legalisme karena menghasilkan ketulusan. Anda hidup sebagaimana Anda sebenarnya. “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Kor 5:17). Saat Anda menikmati hidup ciptaan baru yang ada di dalam Anda, Anda tidak perlu mencari kesalahan orang lain, tetapi Anda akan lebih fokus pada membagikan hidup baru yang telah Anda terima.
Kasih karunia merupakan kontras dari legalisme karena menghasilkan ketulusan. Anda hidup sebagaimana Anda sebenarnya. “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Kor 5:17). Saat Anda menikmati hidup ciptaan baru yang ada di dalam Anda, Anda tidak perlu mencari kesalahan orang lain, tetapi Anda akan lebih fokus pada membagikan hidup baru yang telah Anda terima.
“Saat kita menerima
bahwa Yesus saja sudah cukup kita akan menemukan diri kita bertobat dari
kebenaran pribadi dan mengandalkan diri sendiri.”
6.
Apakah kita melihat kebutuhan kita akan Yesus?
Dalam Lukas 7 Anda
mendapatkan kisah tentang perempuan “berdosa” menyembah Yesus di dalam rumah
seorang Farisi bernama Simon. Dosa-dosa perempuan itu tampak dan sangat dikenal
dalam komunitas itu; mungkin dia adalah seorang pelacur. Dosa-dosa Simon kurang
dapat diperhatikan: kesombongan, kebenaran pribadi, keangkuhan dan kemunafikan.
Saat kita mempelajari cara Yesus menghadapi keduanya, kita memperhatikan bahwa
Kristus tidak membuat perbedaan antara dosa mereka. Di mata Allah dosa adalah
dosa. Jika ada perbedaan, Simon lebih parah karena kebenaran pribadinya
menutupi pengelihatan rohaninya. Dia tidak melihat kebutuhannya yang sebenarnya
terhadap Allah. Malah dia memandang bahwa orang lain yang membutuhkannya,
sementara dia memandang dirinya sendiri sudah cukup.
Begitu kita menangkap Injil Kasih Karunia, perasaan kita akan bergema seperti Rasul Paulus, “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah” (2 Korintus 3:5). Tidak peduli apakah dosa-dosa kita di mata orang lain merupakan dosa besar ataupun kecil, kita sama-sama membutuhkan Yesus.
Begitu kita menangkap Injil Kasih Karunia, perasaan kita akan bergema seperti Rasul Paulus, “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah” (2 Korintus 3:5). Tidak peduli apakah dosa-dosa kita di mata orang lain merupakan dosa besar ataupun kecil, kita sama-sama membutuhkan Yesus.
7.
Elitisme rohani atau sama-sama membutuhkan
Elitisme rohani adalah
perangkap mengerikan yang telah menjerat banyak orang di sepanjang sejarah.
Salah satu yang terperangkap dalam muslihat ini adalah Simon, orang Farisi yang
rumahnya dikunjungi Yesus. Kisah dalam Lukas 7 menunjukkan pada kita tentang
dua orang yang bertolak belakang. Seorang perempuan yang terkenal karena gaya
hidupnya yang imoral; seorang laki-laki yang mempunyai reputasi moral yang
baik. Simon tampaknya tidak akan pernah bertanya pada dirinya sendiri, “Berapa
banyak dosa yang harus kamu lakukan agar bisa disebut sebagai orang berdosa?”
Yesus mengembalikan maksud yang sebenarnya, kemudian hal itu diucapkan lagi oleh
Rasul Paulus, kalau engkau melanggar satu saja, engkau sudah melanggar
semuanya.
“Jangan menyerah
terhadap Tuhan – Dia tidak menyerah terhadap Anda!”
Bayangkan ada dua orang
yang demi menyelamatkan nyawanya harus melompati Grand Canyon. Orang yang
pertama adalah pemegang medali emas olimpiade lompat jauh, orang yang kedua
adalah seorang pengusaha tua yang kegemukan, tidak pernah berolahraga sekalipun
dalam hidupnya. Tidak diragukan lagi pemegang medali emas olimpiade akan
melakukan lompatan yang jauh lebih baik daripada pengusaha tua itu, tetapi pada
akhirnya mereka berdua akan menghadapi nasib yang sama – dasar jurang Grand
Canyon. Itulah maksud dari Kitab Suci, yang mengatakan pada kita bahwa semua
orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah tetapi karunia kehidupan
kekal adalah oleh kasih karunia bagi mereka yang mau percaya (Roma 6:23). Tidak
ada seorangpun yang lebih dari yang lain; di atas salib Yesus kita semua
sama-sama membutuhkan.
8.
Apakah ini kasih karunia yang memalukan?
Kasih karunia itu tidak
masuk akal. Bahkan dianggap memalukan oleh banyak orang. Mengapa Allah
meletakkan murka-Nya atas dosa keatas Yesus? Mengapa Yesus mau membawa hutang
yang bukan milik-Nya? Bagaimana bisa beban hutang itu telah dibereskan sebelum
Anda dan saya lahir? Kemudian diatas semua itu, mengapa Allah menawarkan
pengampunan ini sebagai pemberian cuma-cuma? Apalagi, bagaimana kalau kita
mengambil keuntungan dari kasih tanpa syarat Allah itu? Fakta bahwa dia
menawarkan keselamatan tanpa syarat yang mengikat, bukankah itu memalukan?
Bagaimana mungkin Allah menasehatkan bahwa pengampunan harus diberikan tujuh
puluh kali tujuh kali dalam sehari?
Yas, kasih Allah adalah
batu sandungan memalikan bagi pikiran farisi dan kebodohan bagi ahli filsafat
teologi, tetapi bagi kita yang percaya, hal itu adalah kekuatan dan hikmat
Allah. Kasih karunia-Nya yang membuat kita berkuasa dalam hidup dan mengalahkan
godaan dan jeratan-jeratan hidup serta untuk hidup yang dipersembahkan dan
kudus bagi Yesus (Roma 5:17, 1 Korintus 1:18-25, Titus 2:11, 12).
9.
Siapa yang mendapatkan kemuliaan?
Seringkali orang tidak
menginginkan kabar baik kasih karunia Yesus, paling tidak saat pertama
didengar. Normalnya manusia tidak merayakan kasih karunia Allah. Kenyataannya
jika kita menerima kemurahan Allah yang tidak kita usahakan, tidak layak kita
terima melalui Yesus Kristus, maka kita tidak dapat mendapatkan penghargaan
bagi diri kita sendiri. Itu artinya bahwa keselamtan kita dan seluruh berkat
yang mengikutinya adalah karena karya yang telah diselesaikan Kristus di atas
keu salib, bukan hasil usaha kita sendiri, tidak ada kemuliaan bagi kita,
semuanya untuk Yesus.
Injil kasih karunia sama sekali kontras dengan semua agama, yang adalah tentang apa yang dapat kita lakukan. Kasih karunia adalah tentang apa yang telah dilakukan Yesus. Saat kita menerima bahwa Yesus saja sudah cukup kita akan menemukan diri kita bertobat dari kebenaran pribadi dan mengandalkan diri sendiri. Kemudian sesuatu yang mengagumkan terjadi – kita mulai berhasil dan membumbung tinggi dalam hidup karena energi kasih karunia-Nya yang tinggal di dalam kita. Itulah yang membuat Rasul Paulus menjadi besar. Dia menulis, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10).
Injil kasih karunia sama sekali kontras dengan semua agama, yang adalah tentang apa yang dapat kita lakukan. Kasih karunia adalah tentang apa yang telah dilakukan Yesus. Saat kita menerima bahwa Yesus saja sudah cukup kita akan menemukan diri kita bertobat dari kebenaran pribadi dan mengandalkan diri sendiri. Kemudian sesuatu yang mengagumkan terjadi – kita mulai berhasil dan membumbung tinggi dalam hidup karena energi kasih karunia-Nya yang tinggal di dalam kita. Itulah yang membuat Rasul Paulus menjadi besar. Dia menulis, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10).
10.
Kasih dan karunia Allah tidak pernah berakhir!
Jangan menyerah terhadap
Tuhan – Dia tidak menyerah terhadap Anda! Mempelajari perjalanan bangsa Israel
melalui padang gurun terkadang melemahkan, akan tetapi kasih tersebut memiliki
banyak elemen yang menguatkan. Bagian yang melemahkan adalah sebenarnya bangsa
Israel dapat masuk ke dalam tanah perjanjian dengan lebih cepat, mungkin hanya
dalam 3-4 minggu, akan tetapi mereka malah berputar-putar di padang gurun
selama empat puluh tahun. Sepanjang tahun-tahun yang membawa hasil yang
melemahkan tersebut berhadapan dengan fakta bahwa Allah tidak pernah menyerah
atas mereka. Pernahkah Anda merasa tergoda untuk menyerah? Terhadap Allah?
Terhadap orang lain? Terhadap diri sendiri? Ingatlah kasih dan komitmen Allah
terhadap Anda tidak pernah berubah. Yeremia menulis, “Dari jauh TUHAN menampakkan
diri kepadanya [kata-Nya]: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab
itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu” (Yeremia 31:3). “Kasih yang kekal”
dan “kasih setia”itu sepenuhnya dinyatakan dalam Yesus Kristus, dan hal
tersebut tersedia bagi Anda dan saya, bukan karena perbuatan kita, tetapi
karena kecakapan Yesus. Hal itu merupakan alasan untuk tidak pernah menyerah –
perbuatan Yesus telah diperhitungkan bagi Anda. Legalisme selalu gagal pada
akhirnya; kasih karunia menang.





